Tempat makan selama bulan ramadhan

Selamat menunaikan ibadah puasa teman-teman muslim semua 😊


Bulan ramadhan ini, enaknya cerita seputar hal-hal yang hanya terjadi di bulan ramadhan nih.

Tadi siang, saya membaca suatu unggahan akun menfess di twitter yang berisi berita mengenai penutupan paksa tempat-tempat makan (warung, restoran, kafe, dll) selama bulan ramadhan di salah satu daerah mulai pukul 04.30 hingga 16.00. Kegiatan tersebut dilakukan oleh petugas resmi milik pemerintah daerah setempat. Alasannya untuk menghormati mereka yang sedang menjalankan ibadah puasa. Bagi yang melanggar akan dikenakan denda. Selanjutnya, saya membaca komentar-komentarnya dan banyak yang tidak setuju.


Saya pribadi pun tidak setuju.

Pertanyaan mendasar bagi saya adalah untuk siapa makanan dijual? Mereka yang tidak berpuasa, kan? Seperti yang kita tahu, Indonesia itu negara multi agama. Ada lebih dari satu agama selain Islam. Jadi, tidak sedikit yang tidak berpuasa selama bulan ramadhan.

Oke, tak usah jauh-jauh membahas umat non muslim. Kita fokus ke anggota keluarga kita (muslim) yang misalnya tidak berpuasa karena sakit. Kita yang sehat dan berpuasa kebetulan sedang ada kesibukan dan tidak sempat/sanggup memasak. Tentunya penjual makanan sangat dibutuhkan dalam kondisi seperti ini.

Kasus lain? Ada. Ini diilhami dari pengalaman pribadi.

Saya dan teman-teman perempuan lainnya pasti akan ada masa dimana tidak berpuasa karena haid. Bagi kami yang tinggal di kosan dan tidak ada dapur, akan merasa kesulitan memikirkan masalah makan sehari-hari. Memang, kami bisa menanak nasi menggunakan rice cooker di kamar, tapi apakah kami juga harus makan nasi saja? Oke, kami bisa membeli lauk yang tahan lama seperti abon, telur asin, ataupun kripik ikan, namun tentu akan tidak selera jika setiap hari menunya seperti itu? Tanpa sayur? Di sinilah kami sangat membutuhkan warung-warung makan.

Saat ini, saya tinggal di rumah bersama orang tua. Mungkin, kasusnya agak berbeda saat saya masih di kosan. Ada dapur dan stok sayuran, silakan memasak. Masalahnya adalah ketika seluruh anggota keluarga berpuasa dan saya seorang yang tidak sehingga hanya memasak pun untuk porsi kecil. Terkadang saya "eman-eman" dengan bahan-bahan yang ada, seperti minyak goreng, api, cabai, bamer, baput. Oke untuk sehari dua hari, tapi kondisi ini bisa terjadi selama seminggu. Jadi, kadang saya lebih memilih untuk membeli sayur matang saja.

Selanjutnya, terkait dengan denda.

Mungkin tak akan terasa bagi pengusaha cafe atau restoran besar untuk membayarkan dendanya. Sebaliknya, apa kabar dengan mereka pemilik warung makan rumahan yang bahkan untungnya saja tidak lebih dari denda yang harus dibayarkan?

Padahal Idul Fitri adalah hari yang dinanti untuk bisa berkumpul bersama. Mudik membutuhkan biaya, tidak cukup ongkos transportasi saja, oleh-oleh dari daerah rantau tentunya sangat dinanti. Belum lagi hal-hal lain terkait tradisi, seperti mengenakan baju baru atau memberikan angpau bagi sanak saudara.

Bukankah bulan ramadhan mengajarkan kita untuk saling menghargai? 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Nila setitik rusak susu sebelanga

B.A.L ♥ Bu Rini

Senam Lansia