Membandingkan diri sendiri dengan orang lain? Buat apa?


Rasanya pasti kita semua pernah, bahkan sering membanding-bandingkan diri sendiri dengan orang lain. Biasanya objek yang menjadi perbandingan adalah saudara kandung, teman, sahabat, siapapun.

Pernahkah juga kita berpikir akibat dari hasil perbandingan itu? Maksudnya, apakah kita semakin termotivasi jika ternyata mereka memang lebih baik? Ataupun sebaliknya jika ternyata kita merasa jauh lebih baik dibanding mereka.

Saya pernah dalam posisi seperti ini, membandingkan sendiri dengan orang lain. Sebagai perempuan, saya merasa wajar jika lebih mengedepankan emosi, termasuk aktivitas yang satu ini. Seingat saya, semua aspek yang ada di tubuh manusia menjadi dasar perbandingan, mulai dari segi fisik, pendidikan, latar belakang, agama, hingga sosial ekonomi. Hasilnya, saya kalah dari semua aspek tersebut. Selanjutnya? Tentu hari-hari terasa hampa, waktu berjalan lama, emosi diluapkan ke sekitar, apatis alias cuek. Tapi sekarang, saya malah tertawa ketika ingat kejadian ini. Ah, lebay banget sih dulu tuh...

Entah kapan tepatnya saya sadar bahwa Tuhan menciptakan setiap manusia dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Bisa jadi memang kelebihan dia terletak di aspek yang terlihat. Saya lupa bahwa saya tidak tau kondisi kesehatannya, keadaan keluarganya, sifat dan kebiasaan aslinya. Ah, polos sekali diri ini...
Saya juga lupa bahwa rezeki, jodoh, maut itu hanya Tuhan yang tahu. Kita sebagai umat-Nya harus berusaha semaksimal mungkin. Kalau belum rezeki, tentu tidak akan kita miliki sampai kapanpun, sampai sebesar apapun perjuangan kita. Selanjutnya, kita pasrahkan hasilnya kepada Sang Maha Kuasa.

Hati pun rasanya lebih ringan. Lebih semangat menjalani hari-hari. Apalagi saat itu sedang berjuang deadline tugas akhir. Saya curahkan semua energi untuk fokus pada apa yang sudah saya jalani. Saya masih punya orang tua yang tidak pernah membandingkan bahkan dengan saudara sendiri.

Akhir-akhir ini, saya sadar bahwa Tuhan itu adil. Sangat adil. Saya bisa menjadi diri saya sendiri yang sekarang, tentu atas rezeki dari Tuhan. Saya pun merasa bahwa sekarang lebih beruntung dibanding dia yang pernah saya bandingkan. Kenapa? Hanya saya yang tahu jawabannya.

Ada pengecualian nih. Kita sah-sah saja membanding-bandingkan diri sendiri untuk hal yang positif. Misalnya, kita sengaja membandingkan dalam rangka memotivasi diri sendiri, dari segi agama contohnya. Menurut saya itu boleh dilakukan. Kita jadi bersemangat untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Asalkan sesuai porsinya ya. Jangan sampai tujuan awal kita berubah dan malah membuat kita insecure.


"Jangan pernah bandingkan diri kita sendiri dengan orang lain. Kalau jauh di bawahnya, kita akan minder. Kalau pun ternyata di atasnya, kita bisa jadi bangga diri alias sombong"

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Nila setitik rusak susu sebelanga

NARNIA

Ujian Akhir #4