Pendidikan harus terus disampaikan


PRIVILEGE 

Kata tersebut identik dengan para pemimpin negara yang duduk di kursi panas.
Apakah kita sebagai rakyat tidak berhak menyandang kata tersebut?


Saat ini kita berada di kondisi serba terbatas. Terbatas bekerja maupun terbatas bepergian. Mungkin hal ini memiliki dampak positif seperti bisa berkumpul dengan keluarga. Namun, apakah setiap orang mampu mengatasi keterbatasan yang dialaminya? Keterbatasan-keterbatasan tersebut bagi sebagian orang menyebabkan terbatasnya keuangan, terbatasnya bahan makanan, bahkan terbatasnya tempat tinggal. Jangankan untuk membeli bahan makanan, tempat tinggal yang selama ini mereka tempati pun harus ditinggalkan karena keterbatasan keuangan.

Dalam rangka memperingati Hari Pendidikan Nasional, saya ingin bertukar pikiran mengenai pendidikan saat ini di masa pandemi.

Keterbatasan yang telah saya tulis di atas, dapat berdampak pada terbatasnya akses informasi dan ilmu pengetahuan terutama bagi mereka keluarga kurang. Pada kondisi normal pun mereka tidak mampu membeli perlengkapan sekolah, seperti buku tulis, tas, seragam, bahkan sepatu. Mereka hanya mengandalkan bantuan pemerintah yang menggratiskan biaya sekolah. Kesempatan itu mereka manfaatkan meskipun harus memakai sepatu dan tas berlubang dan seragam yang telah lusuh. Mereka lakukan demi pendidikan. Demi masa depan agar keadaan dapat berubah menjadi lebih baik.

Dengan adanya program Study From Home (SFH) saat ini, jangan kan membeli kuota internet, smartphone pun mereka tidak memiliki. Jangan kan smartphone, bahan makanan pun mereka hanya mengandalkan bantuan pemerintah. Kalaupun memiliki smartphone dan kuota internet, apakah semuanya dalam keadaan baik dengan kapasitas memori yang mencukupi?

SFH tidak hanya sekedar mengirim pesan. Ada berbagai tugas dalam bentuk file yang perlu diunduh. Ada berbagai tugas yang jawaban/ hasilnya perlu dikirim dalam bentuk foto ataupun video. Bahkan untuk berbagi tugasnya pun ada yang menggunakan aplikasi tatap muka. Semua itu bisa dilakukan setiap hari. Dalam sehari pun bisa beberapa jenis mata pelajaran/ mata kuliah. Bisa dihitung sendiri berapa kuota internet yang dibutuhkan itu semua. Belum lagi, ada beberapa daerah yang hanya bisa terakses internet menggunakan kartu perdana khusus yang tentunya lebih mahal dibanding lainnya.

Di tengah keterbatasan itu semua, tentu perlu dikaji mana yang harus diprioritaskan. Membeli bahan makanan sehari-hari atau membeli baju lebaran. Membeli bahan makanan atau kuota internet. 

Terkadang, keadaan memang kejam, tidak pandang latar belakang, dan hanya menilai hasil akhir. Seperti keadaan saat ini dimana mungkin mereka yang tidak bisa bersekolah/ kuliah daring diakibatkan oleh keterbatasan biaya. Padahal sebenarnya mereka adalah anak hebat yang rajin dan selalu mengerjakan tugas dengan benar. Mereka harus bersedia mengorbankan sekolahnya demi kondisi perut seluruh anggota keluarga.

Seperti yang kita tahu, nilai akhir seorang murid atau mahasiswa dihitung berdasarkan jumlah kehadiran dan nilai tugas. Lantas, bagaimana dengan mereka yang sengaja tidak bersekolah/ kuliah daring? Apakah pihak sekolah/ kampus memiliki kebijakan lain? Setiap kebijakan tentunya berpengaruh bagi seluruh pihak, tidak hanya mereka dengan keterbatasan. Jika kebijakan hanya diberikan kepada mereka, tentu akan ada iri hati pihak lain. Apakah ujian akan ditiadakan bagi mereka yang terbatas namun tetap diberikan bagi mereka yang mampu? Tentu bukan suatu kebijakan yang adil.
Selanjutnya, semua kembali sesuai kebijakan awal. Mereka yang terbatas pun harus bersedia menerima risikonya.

Apapun yg terjadi, pendidikan harus terus disampaikan.
Selamat Hari Pendidikan.

Smiling face

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Nila setitik rusak susu sebelanga

NARNIA

Ujian Akhir #4