Rahasia berbicara


Akhir-akhir ini, karena tuntutan profesi yang mengharuskan public speaking, mau tidak mau saya jadi sering berbicara di depan orang. Tidak terlalu banyak sih, sesuai kondisi saat ini yang memang ada pembatasan perkumpulan orang dalam suatu ruangan. 

Saya memang senang berkumpul bersama teman-teman sejak dulu, teman sebaya ataupun para senior. Bermain di rumah pun bersama mbak-mbak dan mas-mas. Tidak ada yang seumur dengan saya. Mereka semua memperlakukan saya dengan baik. Tidak pernah sekalipun mereka mengintimidasi saya (karena masuk kategori anak kecil yang biasanya sering disuruh).

Keluarga saya pun termasuk keluarga besar. Ibu adalah anak ke-enam dari sepuluh bersaudara. Sebenarnya ada dua belas, namun dua pakde sudah meninggal sejak beliau kecil. Keluarga kami sangat multikultur, sebagian beragama Islam dan sebagian lainnya Kristen. Jadi, kami mengadakan dua agenda besar rutin, yaitu kumpul saat Idul Fitri dan natal. Ada juga acara bertema arisan keluarga. Tujuannya tentu untuk berkumpul bersapa bersama. Di keluarga ini, saya termasuk anak terkecil. Saat saya SMA pun, sebagian besar saudara saya sudah bekerja, ada pula yang sudah memiliki anak. Melalui acara itu, saya berkomunikasi dengan banyak orang, terutama para senior, seperti saudara, pakde, bude, om, bulek, dan mbah.

Semasa SMA saya ikut ekskul PMR, mengikuti jejak kakak yang menjadi dewan. Selanjutnya, saya mendaftar dewan dan lolos. Sejak saat itu, saya sering bertukar pikiran antar anggota pengurus ekskul. Setiap tahun di bulan Syawal, organisasi ini mengadakan silaturahmi seluruh angkatan, dari angkatan pertama hingga anak-anak yang sedang menjabat di SMA. Agenda ini menjadikan saya bertemu orang banyak dan bertukar pikiran, terutama dengan para senior.

Pengalaman-pengalaman itu membuat saya senang untuk berkumpul bersama orang banyak. Selain menambah kenalan, saya juga bisa mendapat ilmu dari mereka. Salah satu komunitas yang saya ikuti adalah Kelas Inspirasi Kebumen (KIK). Sepertinya saya sudah sering menceritakan komunitas satu ini.

Saat pertama kali ikut, saya masih kuliah semester 6. Karena terbatas ruang alias beda kota, saya tidak terlalu berperan aktif, hanya sebatas mengikuti obrolan di WAG. Sekalinya bertemu dan berkumpul, saya baru tahu bahwa saya adalah anak kecil diantara mereka. Sebagian besar dari mereka sudah bekerja. Nah, inilah yang membuat saya semakin tertarik. Akan semakin banyak ilmu yang saya dapatkan. Benar saja, ketika obrolan dimulai, mereka menyampaikan pendapatnya dengan baik, kalimatnya tertata. Belum lagi, saat Hari Inspirasi, akan ada banyak relawan pengajar dan dokumentator yang tentunya sudah berpengalaman di profesinya. Duh, makin banyak ketemu senior nih

Di masa pandemi saat ini, KIK "vakum" dan saya ikut komunitas lain yaitu Ketimbang Ngemis Kebumen (KNK). Cerita lengkapnya ada di sini ya. Wajib dibaca!

Semua pengalaman yang telah saya tulis, sangat membantu saya untuk bisa bersosialisasi dengan orang banyak dan orang baru. Selanjutnya, berperan dalam meningkatkan skill public speaking saya. Mungkin terkesan lebay, tapi itulah yang saya rasakan. Saya berlatih percaya diri saat berbicara di depan orang banyak. Bagaimana cara agar mereka memperhatikan saya ataupun meyakinkan mereka bahwa apa yang saya katakan itu benar.

Keterampilan tersebut telah membantu saya saat ini. Dunia mengajar mengharuskan saya menjelaskan materi perkuliahan menggunakan bahasa yang mudah dipahami. Belum lagi sikap kita saat menghadapi pertanyaan yang out of the box. Mungkin itu semua bisa dipelajari di buku, namun keterampilan hanya diperoleh dari pengalaman. 

Beberapa kali mengajar dan menjadi pembimbing tugas akhir membuat saya harus berhari-hati dalam berbicara. Apa yang saya kemukakan akan mempengaruhi masa depan mereka. Tidak jarang saya terdiam sejenak untuk memikirkan jawaban yang tepat dan memilih cara penyampaian agar mudah dipahami.

Akhir-akhir ini saya sering merasa lancar saat berbicara ketika di depan mahasiswa/orang lain. Saya merasa mampu meyakinkan mereka dengan gagasan hebat dan mereka menyetujuinya. Hal ini saya sadari saat sudah pulang ke rumah. Terkadang, sebelum tidur malam, saya merenungi aktivitas yang telah saya lakukan seharian. Memikirkan apa-apa saja yang perlu diperbaiki ke depannya.

Saya berpikir betapa hebatnya diri ini tadi ketika berbicara. Serasa saya memiliki pengetahuan di setiap pertanyaan yang diajukan. Namun, bukan itu. Saya tidak sepenuhnya pintar dengan berbagai teori. Bukan juga pengalaman-pengalaman di atas yang membuat saya hebat dalam kemampuan menyampaikannya kepada orang lain. Saya meyakini bahwa ada hal lain yang ikut andil. Ada sesuatu yang telah membantu saya. Saya yakin, Allah Maha Besar yang telah mengirimkan kemampuan itu. Allah telah memudahkan saya berbicara sehingga apa yang saya sampaikan mudah dipahami.

Apa yang ingin saya sampaikan adalah bahwa janganlah kita terlalu merasa mampu akan suatu hal, meskipun memang kita ahli dalam hal itu. Yakinlah bahwa ada Tuhan yang memampukan kita. Jika Tuhan berkehendak lain, maka bisa saja kemampuan yang kita miliki tidak berpengaruh sama sekali.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Nila setitik rusak susu sebelanga

B.A.L ♥ Bu Rini

Senam Lansia