Don't Judge The Book by It's Cover #1
Yap, mesti kalian semua udah pada familiar sama peribahasa yg jadi judul postingan ini. Aku juga. Tapi pengalamanku yg berturut-turut ini bener-bener menegaskan kalo kita memang nggak boleh menilai orang dari penampilan luarnya.
Cerita dimulai. Dua minggu yg lalu aku sibuk cari ibu hamil buat ujian ANC (Antenatal Care). Nggak sembarang ibu hamil, yg dicari harus normal baik ibunya maupun kandungannya. Selain itu umur kehamilannya juga ditentuin, antara 28 sampai 36 minggu saat hari ujiannya yg dilaksanakan sebulan lagi. Dan nggak semua ibu hamil bakalan mau dijadiin objek pemeriksaan karena mereka bakal kita pegang-pegang terutama bagian yg sesuai bidang kita. Harus pinter-pinter merayu intinya. Bisa dibayangkan ya guys
Hari pertama kami dateng ke puskesmas dan tenyata udh sepi nggak ada pasien, maklum hari sabtu. Salah kami juga sih berangkat siangan. Untungnya para ibu bidan masih stay jaga pagi. Alhamdulillah kami diijinin buat cari ibu hamil di puskesmas tersebut tanpa perlu surat-surat.
Hari senin, hari ANC. Kami berangkat jam 9 dan sampai sana banyak ibu hamil. Mikir-mikir ibu mana yg bakal kami rayu. Sebenernya kami tau dan bisa menebak umur kehamilan mereka berdasarkan besar perutnya. Tapi kami nggak mau kecolongan. Jadi semua ibu hamil yg ada di situ kami tanyai. Setelah tanya-tanya sampai ibu hamil terakhir, hasilnya nihil. Adapun yg sesuai kriteria tapi mereka harus masuk kerja saat tanggal ujian. Kami nggak menemukan ibu hamil yg umur kehamilannya sesuai. Sebelum merayu, kami menebak sifat ibu tersebut yg kira-kira ibu tersebut mau apa enggak jadi objek ujian kita. Ada beberapa yg diawal aku pikir ibu itu pasti nggak mau karena wajahnya yg cemberut ataupun penampilannya yg cuek. Namun ketika ditanya ternyata mereka respon, bahkan diluar dugaan. Mereka malah bertanya apa yg bisa mereka bantu. Nah noh, peribahasa di atas terbukti.
Hari ketiga pencarian. Sangat-sangat berharap nemu ibu yg sesuai kriteria dan mau jadi objek. Jarak puskesmas dari kosan yg jauh dan waktu ujian yg semakin dekat merupakan beberapa alasannya. Keluarlah dari ruang pemeriksaan ibu-ibu pake celana jeans, rambut diurai dan gayanya tomboy banget. Dilihat dari perutnya kayaknya memenuhi kriteria. Tapi negative thinking kembali muncul. Mikir yg enggak-enggak kalo ibunya nolak karena kemungkinan sifatnya galak (pemikiran berdasarkan penampilan). Selagi beliau nunggu hasil lab, aku beranikan diri buat tanya. Yap, dugaan umur kehamilan bener. Tapi ibunya nggak bisa jadi objek karena dia kerja saat tanggal ujian. Sedih pake banget. Ibunya juga kaya kasian liat mukaku pfffft -,- Tanpa disangka, setelah beliau menyerahkan hasil lab ke bidan, beliau mendekati aku dan bilang kalo beliau mau. Woooooow its like a party surprise. Rasanya kaya bunga yg udah mati layu mekar lagi. Kaget dan nggak nyangka. Aku tanya lah alasannya. Katanya beliau pengen cari ilmi dari kami-kami. Alhamdulillah.
Pengalaman di atas mengajariku betapa tidak bolehnya kita menilai seseorang dari penampilan luarnya. Dan mulai kejadian itu aku bakal respect sama semua orang.
Cerita dimulai. Dua minggu yg lalu aku sibuk cari ibu hamil buat ujian ANC (Antenatal Care). Nggak sembarang ibu hamil, yg dicari harus normal baik ibunya maupun kandungannya. Selain itu umur kehamilannya juga ditentuin, antara 28 sampai 36 minggu saat hari ujiannya yg dilaksanakan sebulan lagi. Dan nggak semua ibu hamil bakalan mau dijadiin objek pemeriksaan karena mereka bakal kita pegang-pegang terutama bagian yg sesuai bidang kita. Harus pinter-pinter merayu intinya. Bisa dibayangkan ya guys
Hari pertama kami dateng ke puskesmas dan tenyata udh sepi nggak ada pasien, maklum hari sabtu. Salah kami juga sih berangkat siangan. Untungnya para ibu bidan masih stay jaga pagi. Alhamdulillah kami diijinin buat cari ibu hamil di puskesmas tersebut tanpa perlu surat-surat.
Hari senin, hari ANC. Kami berangkat jam 9 dan sampai sana banyak ibu hamil. Mikir-mikir ibu mana yg bakal kami rayu. Sebenernya kami tau dan bisa menebak umur kehamilan mereka berdasarkan besar perutnya. Tapi kami nggak mau kecolongan. Jadi semua ibu hamil yg ada di situ kami tanyai. Setelah tanya-tanya sampai ibu hamil terakhir, hasilnya nihil. Adapun yg sesuai kriteria tapi mereka harus masuk kerja saat tanggal ujian. Kami nggak menemukan ibu hamil yg umur kehamilannya sesuai. Sebelum merayu, kami menebak sifat ibu tersebut yg kira-kira ibu tersebut mau apa enggak jadi objek ujian kita. Ada beberapa yg diawal aku pikir ibu itu pasti nggak mau karena wajahnya yg cemberut ataupun penampilannya yg cuek. Namun ketika ditanya ternyata mereka respon, bahkan diluar dugaan. Mereka malah bertanya apa yg bisa mereka bantu. Nah noh, peribahasa di atas terbukti.
Hari ketiga pencarian. Sangat-sangat berharap nemu ibu yg sesuai kriteria dan mau jadi objek. Jarak puskesmas dari kosan yg jauh dan waktu ujian yg semakin dekat merupakan beberapa alasannya. Keluarlah dari ruang pemeriksaan ibu-ibu pake celana jeans, rambut diurai dan gayanya tomboy banget. Dilihat dari perutnya kayaknya memenuhi kriteria. Tapi negative thinking kembali muncul. Mikir yg enggak-enggak kalo ibunya nolak karena kemungkinan sifatnya galak (pemikiran berdasarkan penampilan). Selagi beliau nunggu hasil lab, aku beranikan diri buat tanya. Yap, dugaan umur kehamilan bener. Tapi ibunya nggak bisa jadi objek karena dia kerja saat tanggal ujian. Sedih pake banget. Ibunya juga kaya kasian liat mukaku pfffft -,- Tanpa disangka, setelah beliau menyerahkan hasil lab ke bidan, beliau mendekati aku dan bilang kalo beliau mau. Woooooow its like a party surprise. Rasanya kaya bunga yg udah mati layu mekar lagi. Kaget dan nggak nyangka. Aku tanya lah alasannya. Katanya beliau pengen cari ilmi dari kami-kami. Alhamdulillah.
Pengalaman di atas mengajariku betapa tidak bolehnya kita menilai seseorang dari penampilan luarnya. Dan mulai kejadian itu aku bakal respect sama semua orang.
Komentar
Posting Komentar