Piknik tipis-tipis: Wisata akhir pekan ke Pura Mangkunegaran
Saya tidak akan bercerita sejarah atau apapun tentang bangunan ini. Kalian akan tahu lebih banyak dan detail tiap infonya cukup dengan mengetiknya di search engine favorit.
Yap, bangunan peninggalan Kerajaan Mataram ini berada di Surakarta, selain Keraton Surakarta Hadiningrat (Pakubuwono). FYI,
selama hampir 7 tahun di Solo, saya belum pernah masuk menginjak rumput
lapangannya. Tidak pernah terlintas sedikit pun untuk menilik padahal bisa dibilang saya sering melewati kawasan ini. Bahkan saya sering datang ke Night Market di sepanjang jalan
seberang bangunan ini. Lain cerita dengan Keraton Pakubuwono, saya sudah dua
kali berkunjung ke sana. Bangunan ini berada di deket Alun-alun Kidul yang selalu
ramai orang. Saya terkadang membeli jajanan di sana ataupun memberi makan Kebo Bule
milik keraton. Kembali ke Pura Mangkunegaran, hasrat mengunjungi bangunan ini
muncul setelah membaca cuitan pengalaman netizen twitter yang liburan ke sana. Foto
bangunan dan sudut ruangan sangat estetik. Nuansa Jawa sangat kental tapi tetap terlihat elegan. Sejak saat itu, Pura Mangkunegaran menjadi wishlist ketika bermain ke Solo.
Pasca lebaran lalu, tepatnya bulan Mei 2022, saya main ke Solo untuk bertemu kakak dan selanjutnya jalan-jalan nostalgila kenangan sebelum negara api
menyerang (read: pandemi). Tidak sendiri, saya mengajak teman untuk mengexplore bangunan
bersejarah ini. Usut punya usut, ternyata dia sudah pernah tour ke
sini dan tetap mau menemani saya. So sweet, thanks my bestie.
Lapangan/halaman depan Pura Mangkunegaran masih alami berupa tanah
berumput yang sangat luas. Saya ingat beberapa kali melihat ada pameran atau agenda lain diselenggarakan di sini. Sayangnya, tempat parkir kendaraan belum maksimal,
hanya di bawah pohon-pohon besar yang tidak melindungi dari panas dan hujan. Sebelum masuk, kami harus membeli tiket seharga Rp. 20.000.
Ini belum termasuk biaya tour guide dengan tarif seikhlasnya.
Kami sangat beruntung mendapat tour guide seorang bapak senior abdi dalem keraton di saat beberapa pengunjung lain ditemani seorang
siswa/mahasiswa magang. Beliau ini sangat keren. Sebagai abdi dalem, beliau
sangat paham dengan sejarah bangunan hingga benda-benda yang ada di keraton.
Beliau juga selalu meminta kami untuk berpose di setiap lokasi dan memotret. Bisa
dibilang, skill fotografi beliau lebih baik daripada saya.
Hasilnya pun sangat bagus bagi beliau yang sudah berusia sekitar 60 tahun. Bahkan, katanya, beliau
pernah mengikuti pelatihan fotografi padahal saya melihat beliau masih setia menggunakan hp lawas. Makin keren nggak
tuh?
Saya akan berbagi foto dan menceritakannya sedikit. Tujuannya agar kalian kepo alias ingin tahu dan mengagendakan berkunjung langsung ke sini. Hanya ada sedikit foto yang saya ambil karena terlalu fokus dan terkesima dengan keindangan keraton ini.
Begitu memasuki area keraton, kita akan melewati halaman yang sangat luas dengan air kolam air mancur di tengahnya. Bangunan pendopo berada tepat di belakangnya dengan hiasan dua patung harimau terbuat dari kuningan. Ada beberapa tiang penyangga atap pendopo, salah satunya yang terbesar berusia sama dengan pendopo ini dibangun. Lantai terbuat dari marmer sehingga terasa dingin meskipun cuaca sangat terik. Di sisi barat pendopo, ada sekumpulan gamelan jawa tertutup kain hitam. Gamelan ini biasa digunakan saat latihan rutin menari dan acara keraton. Atap pendopo berhias lukisan sarat makna. Ditambah lampu gantung antik yang makin terlihat njawani.
Melewati pendopo, kami menuju bangunan utama penyimpanan barang-barang sejarah. Bangunan ini tidak kalah memanjakan mata. Sangat cocok bagi kalian para fotografer. Ada beberapa anak tangga di teras, tiang penopang atap, dan empat patung. Bagian atas teras berhias ukiran, dinding terpasang lukisan tokoh-tokoh pemimpin keraton terdahulu, dan atap bergantung lampu-lampu hias estetik. Ada satu sudut berupa ruang setengah bola tanpa pintu berdinding kaca hias dan beratap kayu. Ruang ini sangat mirip dengan panggung teater.
Sebelum memasuki ruang penyimpanan benda-benda sejarah, tour guide menjelaskan aturan yang harus diikuti. Pengunjung dilarang mengabadikan gambar selama berada di dalam ruangan ini. Jadi, saya hanya akan mendeskripsikan ruangan dan isinya.
Ruangan ini berisi banyak benda bersejarah. Lukisan pemimpin kadipaten
sejak pertama berdiri hingga saat ini terpajang rapi. Ada juga foto istri
mereka dan salah satu perempuan hebat, yaitu Gusti Nurul yang terkenal akan
kisah asmaranya dengan Bung Karno. Kalian yang belum tahu, silakan segera
googling. Kisah Gusti Nurul ini sangat patut diapresiasi. I am not
gonna spill the tea. Hampir setengah bagian ruangan ini berisi almari
penyimpan benda-benda yang pernah dipakai para penguasa. Hiasan berupa gelang,
kalung, cincin, sisir, hingga hiasan rambut tertata di rak kaca. Alat-alat
makan asli dan hadiah pemberian raja-raja luar negeri kala itu pun masih
tersimpan bersih. Ada juga alat perang berupa pedang berbagai ukuran dan keris
sebagai alat pelindung diri. Beberapa perlengkapan menari seperti kipas,
kalung, dan hiasan kepala/telinga/lengan diletakkan di lemari tersendiri. Di
tengah ruangan, ada kursi dan meja yang dibatasi standing barrier sehingga
kami tidak bisa mendekat.
Keluar ruang penyimpanan, kami disambut teras luas beralas tegel bermotif. Ada banyak kursi berjejer rapi menghadap gebyog khas jawa. Teras ini berhadapan langsung dengan halaman yang rimbun pepohonan. Kolam air mancur berada tepat di tengah halaman makin memanjakan mata membuat betah berlama-lama memandangnya.
Menyeberangi halaman, kami diajak menuju ruang santai keluarga keraton. Ruang ini berada di teras dengan banyak kursi dan meja tertata rapi karena ruang ini digunakan untuk berdiskusi ringan. Seperti ruangan lain, ruangan ini berhias ukiran di dinding atas, lampu gantung nan mewah, lukisan pemimpin, dan gebyog. Tepat di samping ruangan, terdapat ruang makan tamu yang berisi perlengkapan makan. Hal paling menarik bagi saya adalah atap ruang berupa cermin. Berjalan lagi keluar, kami menemui kursi-kursi santai dengan meja yang memajang foto-foto keluarga keraton. Sebelum keluar bangunan keraton, kami dimanjakan oleh cermin besar. Bapak tour guide meminta kami untuk berfoto bersama sebagai kenang-kenangan.
Kami melewati jalanan beratap menuju keluar keraton. Tiba-tiba beliau meminta kami untuk berhenti dan berdiri di suatu spot. Spot ini adalah dinding luar dari ruangan berbentuk setengah bola tadi. Dinding berupa kaca ornamen ini dipadukan dengan tanaman merambat sehingga menambah indah sudut keraton.
Diakhir obrolan, beliau meminta kontak kami sebagai upaya silaturahmi. Kami sangat berterima kasih kepada beliau atas penjelasannya yang sangat rinci dan jelas, juga atas jasanya memfotokan kami. Tidak ada pikiran sedikit pun untuk menyesal berkunjung ke Pura Mangkunegaran ini.
Komentar
Posting Komentar